Tuesday, April 1, 2008

Kok Nggak kompak????

Hari ini entah kenapa terjadi ketidak kompakan antara hasrat hati dan kondisi tubuh...
Banyak rencana yang sudah dibuat sejak kemarin, sepertinya terpaksa ditunda...
Kepala kok rasanya berat, yaaaa... sedikit berputar, lagi...

Sepertinya udara Miri yang sedang super duper panas cukup menyumbang ketidaknyamanan kondisi saya hari ini...

Hmmm....
Sebetulnya saya sudah berencana mau buat buku perpisahan (Leaving Book) untuk Mahek, kawan sekelas Shafa yang mau pindah ke Prancis minggu depan.

Kebetulan, saya memang kebagian jadi sukarelawan tukang buat buku beginian di kelas Shafa, berhubung sekolah Shafa yang terdiri dari anak-anak yang ortunya mobile banget, alias sering berpindah-pindah, jadi nyaris tiap bulan atau minimal dalam dua bulan, selalu saja ada anak yang datang dan pergi... maka diperlukan seorang ibu yang rela rutin membuat buku perpisahan seperti ini...

"Leaving Book" ini ceritanya buat kenang-kenangan sang anak, agar dia selalu teringat, kalau dia pernah berada di kelas ini, bersama teman-temannya... Sebenarnya tugas ini mudah aja, sih... dan sangat mengasyikkan, karena saya memang hoby banget bikin yang beginian...

Apalagi, ini sudah proyek yang ke 5 buat saya, jadi sudah banyak contoh dari file-file sebelumnya, tinggal ditambah-tambah atau diedit-edit sesuai kebutuhan...

Seperti foto-foto yang tentunya sudah berubah (karena tiap ada yang pindah atau datang, maka anggota kelas otomatis juga sudah berubah), lalu saya juga perlu mengumpulkan dan menyusun 'Leaving Pages' alias lembar perpisahan dari tiap anak serta sang wali kelas, buat kenang-kenangan si anak yang mau pergi... hmmm...

Buatin puisi sedikit, tambahin dekorasi dllsb...
Banyak ide sudah berkecamuk di kepala...
Saya memang selalu ingin membuat setiap buku menjadi kenangan yang tidak terlupakan buat anak yang menerimanya...

Apalagi Mahek adalah sahabat Shafa dan ibunya Mahek adalah Ruby, yang juga sahabat saya...
Komplit deh... sudah kebayang mau bikin seperti apa...
Tapiii... ini kepala kenapa nggak kompak????? Kok malah jadi lieur gini yaaa.... huhuhuhu...

Duuuh... apa mendingan tidur dulu kali yaaa.... ????? dengan asumsi ketika bangun nanti udah lebih segeran...


Hmmmm.... gak tau deeeeh...

Monday, January 21, 2008

ASMA... dan Artikel penting mengenainya...

Sudah tiga hari ini, asmanya Shafa kambuh lagi... 
Padahal kalau dilihat dari Medic Recordnya, sejak bulan Agustus tahun lalu (2007) asmanya cuma kambuh 1 kali yaitu bulan November (pas bapak kena cacar air).

Duh... sedih deh... apalagi denger suara batuknya yang nggak berhenti-berhenti...
Ditambah whizzing-nya yang bikin dia susah tidur...

Hari Minggu kemarin, sudah ke Dokter Cheah (Peaditriciannya Shafa di sini), obatnya seperti biasa, cuma actifed untuk flunya, prednisolon untuk asmanya (cuma buat 3 hari), dan seretidebuat dipump lewat inhaler aerochamber, sama ampul combivent buat nebulizer di rumah 3 kali sehari. Gak ada antibiotik, karena memang nggak perlu, asma kan cuma alergi, kebetulan kalo dirunut penyebabnya, ternyata sepele banget... 

Hari Jum'at kemarin... Waktu di kelas, Shafa pindah duduk ke bangku yang posisinya tepat kena semburan AC secara langsung... yah... berhubung dia alergi dingin (yang disembur AC, yang kemungkinan besar mengandung partikel-partikel debu), pulangnya batuk-batuk, eh... malamnya langsung 'ngik-ngik' alias whizzing, alias asmanya kambuh.

Hmmmh.... sediiiih... deh kalo udah begini...
Kasihan dan gak tega aja lihat dia mesti batuk-batuk gak berhenti-berhenti ditambah sesak nafas, lagi...
Mau deh rasanya menggantikan penderitaannya... tapi ya... nggak mungkin...

Yah... ibu cuma bisa berdoa, semoga cepat sembuh ya sayang...
Jangan patah semangat, ya....


---------------------------------

Ceritanya, sambil sedih-sedih, sempet juga goggling...
Biarpun sudah hapal cangkem tentang teori penyakit asma (berhubung, sejak umur 3 bulan, Shafa sudah kena asma), tapi seneng aja dapet link ini...

http://www.medicastore.com/asma/tanya_jawab_asma.htm

Sekalian di copy paste artikelnya, semoga ada manfaat buat yang belum tau, yaaa....

 


Tanya Jawab dengan Ahli Penyakit Asma

Prof. DR. Dr. Heru Sundaru, Sp.PD, KAI merupakan ahlinya di bidang penyakit asma. Hal ini dibuktikan dengan disertasinya yang berkaitan dengan asma di Indonesia dan pidatonya mengenai kontrol asma pada upacara pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada bulan Januari 2007 lalu.

Di sela-sela kesibukannya sebelum menguji seorang dokter, Prof. Heru mau meluangkan waktunya untuk wawancara dengan medicastore.com di kantornya di Divisi Alergi dan Imunologi Klinik

FKUI/RSCM. Prof Heru bahkan memberikan bukunya yang berjudul “Asma, Apa dan Bagaimana Pengobatannya?”

BAGAIMANA TERJADINYA ASMA?

ASMA terjadi kalau ada faktor keturunan dan lingkungan. Keturunan disebabkan gen dan gen penyakit asma itu jumlahnya ratusan, sehingga gen penyebab asma sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit asma bukan karena satu faktor tapi banyak faktor yang diatur oleh gen.

APAKAH ASMA PENYAKIT YANG MENULAR?

Karena dalam keluarga dijumpai lebih dari seorang yang menderita asma, penyakit ini sering disangka penyakit menular. Asma bukan penyakit menular tapi penyakit keturunan. Tidak heran jika ibunya asma anaknya asma.

Namun, untuk mengetahui apakah asma yang diderita merupakan faktor keturunan itu sulit.

Biasanya ketahuan faktor keturunan dari wawancara dengan penderita yaitu sebanyak 31%. Tapi ingat bahwa asma tidak akan terjadi jika faktor lingkungannya tidak mendukung.

Penderita asma, belum tentu anaknya juga terkena asma. Jika anaknya dititipkan kepada orang lain yang lingkungannya berbeda, maka anaknya bisa tidak kena asma karena lingkungan dari kecil berpengaruh.

Di Indonesia jarang yang asma, anak-anak di Indonesia lebih sedikit yang asma dibandingkan di Australia, karena Australia (Inggris & Irlandia) paling tinggi di dunia karena pertama disebabkan oleh keturunan, yang kedua lingkungannya.

APAKAH YANG MENYEBABKAN TERJADINYA ASMA?

Asma banyak terjadi justru pada lingkungan yang bersih, ini yang disebut dengan hygiene theory. Sistem imunitas tidak terangsang karena tidak ada bakteri, jarang mendapat stimulasi, pemberian antibiotik, sangat bersih.

Sistem imunitas dibagi 2 yaitu TH1 dan TH2, dimana TH2 berkaitan dengan asma, dalam kehidupan sehari-hari bekerja seimbang. Ketika kena bakteri pada saat bayi sampai kurang 1 tahun seperti

TBC, infeksi lain, kotor maka TH1 lebih dirangsang. Sebaliknya, TH2 yang tinggi cenderung menjadi alergi dan asma.

Orang yang hidup di peternakan, sejak bayi sudah terekspose kotoran sapi dll, sehingga lebih kuat terhadap alergi meskipun rentan terhadap infeksi. Di Indonesia banyak yang penderita TBC, tapi jumlah penderita asma lebih kecil. Makin higienis, pendapatan bagus, penggunaan karpet, maka lebih banyak yang kena asma.

Kasus asma pada anak di Indonesia sedikit lebih tinggi dibandingkan pada dewasa. Kemudian akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena perjalanan alamiah.

BENARKAH ANTIBIOTIK MENCETUSKAN ASMA?

Dulu antibiotik disebut mencetuskan asma tapi akhir-akhir ini dibantah, justu karena asma diberi antibiotik (misal pada kasus influenza di Indonesia) seolah-olah menimbulkan asma, memicu asma.

BAGAIMANA MENGETAHU ALERGEN PENYEBAB ALERGI?

Untuk mengetahui alergen penyebab alergi dapat dilakukan tes alergi. Tes alergi ini dilakukan oleh dokter,dengan tujuan untuk mengetahui apakah penderita sensitif terhadap alergen tertentu. Jika hasilnya positif, perlu ditanyakan kepada orangnya apakah benar sensitif terhadap alergen tersebut. Tes alergi ini tidak menyakitkan dan biayanya sekitar Rp 350.000,-

BAGAIMANA CARA MENANGANI SERANGAN ASMA?

Pertama kenali serangan asma dahulu, bagaimana serangannya? Apakah tiba-tiba dada terasa sesak, mengi, batuk, biasanya ringan kemudian menjadi berat, inilah yang disebut dengan serangan asma.

Pengobatan berbeda tergantung beratnya, biasanya obat semprot lebih cepat. Obat golongan Beta-2 Agonis dan steroid lebih kuat. Sebaiknya gunakan obat semprot karena lebih aman. Obat yang diminum biasanya untuk pemeliharaan jangka panjang.

Untuk asma ringan cukup gunakan obat semprot golongan fentolin, bricasma, berotec (Beta-2 Agonis) kalau perlu, sedangkan asma persisten ringan harus minum obat bertahun-tahun setiap hari, meskipun tidak ada serangan seperti orang darah tinggi/diabetes (untuk maintenance) karena penyebabnya tidak ketahui.

ASMA, BISA SEMBUH ATAU PROBLEM SEUMUR HIDUP?

Asma tidak bisa sembuh, gejalanya saja yang bisa hilang dengan obat-obatan. Asma yang terkontrol bebas gejala, sehingga penderita bisa bebas beraktivitas seperti berenang, bekerja dan lain-lain.

ADAKAH KIAT-KIAT UNTUK MENGONTROL PENYAKIT ASMA?

Kiat untuk mengontrol asma dimana asma bukannya sembuh tapi terkontrol yaitu:

1. Kenali asma anda (jenis yang mana, ringan, dll)


2. Kenali pencetusnya, jika emosi maka atasi emosi, jika virus influenza maka perlu divaksinasi, jika obat maka hindari obat tersebut, jika makanan maka hindari makanan tersebut, jika debu rumah maka hindari debu rumah.


3. Kenali obat-obatan yang dipakai secara benar. Pakai obat yang disuruh dokter secara benar.Pastikan obat benar dan dosis benar.


4. Kontrol ke dokter jangan hanya lagi sesak, seperti servis mobil jangan tunggu rusak baru ke bengkel, lakukan perawatan terhadap badan sendiri.


5. Siapkan obat emergency untuk serangan di tengah malam.

Tuesday, January 15, 2008

Kisah dari Negeri Jiran (1)

Hampir dua tahun tinggal di negeri jiran, apalagi dalam kondisi perang dingin tidak resmi antar kedua negara, sejujurnya kadang menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi saya.

Apalagi, saya tinggal di sebuah kota kecil yang bukan tujuan wisata, yang otomatis relatif jarang menerima kedatangan wisatawan, membuat penduduk lokal relatif jarang berinteraksi dengan orang luar. Jangan ditanya soal keramah-tamahan, yang namanya sopan santunpun sangat sulit ditemukan di sini.

Beberapa kali, di awal-awal kedatangan saya di sini, sampai merinding-rinding rasanya ketika berbicara dengan penduduk lokal (yang kurang terpelajar, tentunya). Bayangkan, ketika saya datang ke sebuah supermarket (yang kebetulan lokasinya paling dekat dengan rumah), sang pelayan supermarket menjawab pertanyaan saya tentang letak suatu barang dengan menunjuk menggunakan 'KAKI'!
Merinding saya menahan tersinggung, tapi saya sadar, saya berada di negeri asing, biar bentuk wajah kita nggak jauh beda, adat istiadat belum tentu sama.
Bukankah ada pepatah 'Lain Lubuk Lain Ikannya' :-)

Semakin hari, awalnya saya semakin terkaget-kaget.
Maklum bahasa lokal yang mirip tapi beda dengan bahasa ibu saya (alias Indonesia) seringkali membuat beberapa kesalahpahaman. Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia, kata 'kamu' meskipun semua semua orang paham artinya, tapi relatif jarang digunakan kepada orang yang kita hargai.

Bayangkan bagaimana kagetnya anda, ketika seorang kasir supermarket yang lebih muda dari anda tiba-tiba memanggil
"Hai kamu! kamu! iya, kamu! bayar di sini saja!"
Maaaakkk....! gondokknya!!!!

Selama ini, dalam bahasa Indonesia, setidaknya wanita seusia saya akan disapa secara sopan dengan sebutan 'Bu' atau 'mbak'...
Tapi di sini, ternyata tidak berlaku ucapan-ucapan penghormatan seperti itu...
Saya harus pasrah menerima kenyataan dipanggil kamu oleh supir taksi, tukang jualan buah, tukang jualan ikan... yah... lagi lagi... Lain Lubuk Lain Ikannya, Lain Padang Lain Belalang!

Satu lagi yang paling mengganggu (dan yang satu ini memang tidak termaafkan), adalah kalau saya disapa dengan pertanyaan:
"Kamu Indon, kah???" biasanya yang bertanya sekaligus memasang mimik mendelik merendahkan.

Biasanya saya akan jawab dengan ketus, "Bukan, saya bukan Indon! Saya orang INDONESIA." dengan penekanan intonasi di ujung kata NESIA. "Indon itu tidak ada! Saya tidak tau apa itu Indon!"

Jangan ditanya berapa ratus kali dalam kurun waktu ini 2 tahun ini saya disapa dengan pertanyaan itu. Tapi setelah saya analisa, para pemberi pertanyaan itu rata-rata adalah tukang jualan di pasar, tukang potong rumput, pelayan kedai nasi lemak, dll. Hmmm... dapat saya benang merahnya...
Mereka memang bukan orang-orang terpelajar! maklumlah pemahamannya agak cekak sedikit... buat apa dilawan, bikin capek hati sendiri.

Beruntung suami saya, juga kedua anak saya, yang tidak perlu mendapat pertanyaan konyol seperti itu, karena suami dan anak saya bersosialisasi di lingkungan kantor dan sekolah yang otomatis well educated, jadi orang-orangnya jelas tau, apa itu INDONESIA.

Tidak seperti saya, seorang ibu rumah tangga, yang pergaulannya mau-nggak mau, nggak akan jauh-jauh dari pasar, supermarket, tukang sayur, tukang buah tukang ayam, tukang ikan... hehehehe....
Awal-awal saya nggak habis pikir, ada apa sih dengan kata 'Indon' kenapa mereka mesti mengucapkannya dengan intonasi menghina dan mimik merendahkan???
Oho... dalam waktu beberapa saat, saya dapatkan jawabannya...
Indon ternyata identik dengan "TKI" alias pekerja Indonesia.
Apa salahnya dengan pekerja Indonesia?
Ternyata sebagian mereka (orang-orang tidak terpelajar di sini) seolah memiliki trauma akan keberadaan TKI, karena dulu (entah sekarang) banyak yang masuk secara ilegal. Dan TKI Indonesia, memang sejujurnya rela dibayar lebih murah dan berkenan ditempatkan di sektor apapun, sehingga golongan pekerja lokal yang menuntut bayaran lebih tinggi merasa tersisihkan...
Oooo... itu, toh pointnya! Ngobrol dong ah...!!! :-D

Sayangnya gara-gara itu, mereka menganggap semua orang Indonesia adalah TKI. Kebetulan, keluarga saya, termasuk 2 keluarga lainnya, bisa dibilang pioneer profesional expat dari Indonesia yang ditempatkan di sini. Jadi mereka kira kami adalah TKI, yang bisa jadi ilegal juga... hahahaha.... yaaahh.... nasib yah nasiiib... inilah bangsaku di mata mereka...

Gak jarang lhooo... saya ditanya...
"Kamu Indon, lewat Ejen (=agen-red) mana? kerja ape sini? kedai kah atau kerja rumah? kamu ada paspor ke?"

Wadooow.... maaaakk.... segitunya....

Tapi yah.... lama-lama semua menjadi biasa...
Apalagi, pelan-pelan saya tau, selahnya.
Ada kata kunci sakti yang saya temukan, untuk membuat para relasi saya (maksudnya para pasar-er, supermarketer n tukang-tukanger) itu berbalik menjadi manis kepada saya!
Apa kata kuncinya???

Tak lain dan tak bukan adalah... "JAKARTA!!!" Lhooo... kok Jakarta, sih???
Iya, karena Jakarta bagi mereka tidak identik dengan TKI, melainkan identik dengan pemain sinetron!!! yang kaya, cantik-cantik ganteng-ganteng, keren dan glamour!! hahaha...

Jadi begitu saya bilang saya dari Jakarta, mereka langsung bersikap manis... dan ujung-ujungnya saya dititipi pesan...
"Bila kamu nak balek Jakarta? Boleh titip salam buat Agnes Monica?"
atau pernah juga..
"Kamu benar-benar orang Jakarta?? Oh... pantas tadi saya dengar kamu cakap macam Malin Kundang!" *sambil menatap kagum* "Kamu benar-benar Malin Kundang!!!"

Buset daaah... Malin Kundang! emangnya gue anak durhaka!!!??? hahaha ternyata, saudara-saudara, cakap macam Malin Kundang itu maksudnya ngomong pake kata 'ELU - GUE' kayak orang-orang di sinetron... hehehe kebetulan ybs baru mencuri dengar obrolan saya di telepon dengan seorang teman... yang memang menggunakan istilah istilah gaul Jakarta yang populer di sinetron itu.

Hahahahaha.... *gubraaakkk...*

Yang paling sering, malah saya dituduh...
Penuduh : "Kamu orang Jakarta? eng... Kamu yang suka main sinetron itu ya... ngg...." *sambil tersenyum senyum kagum*
Saya : "Ha??? Sinetron? Sinetron apaan??? Siapa?" *bengong abis*
Penuduh : "Ituuu... sinetron... 'DIA'... kamu Lulu Tobing, kan???"

Bwahahahahahaha....

Suami saya dooong langsung ganti nyengir mengejek... "Deu... Lulu Tobing nih yeee...."
Wakakak... sirik kali ya dia... hahaha...


Moral of the story : Saya orang Jakarta, bang... bukan Indon...

Monday, July 23, 2007

Gimana Rasanya Kalau Kita Terpaksa Menghentikan Hobby????

Haaa... judulnya panjang amat yeee...??????????

Soalnya memang bingung, mencari judul yang bisa menggambarkan rintihan hatiku saat ini... *bukan hiperbola*

Coba bayangkan, misalkan anda yang punya hobi menyanyi, tiba-tiba karena satu dan lain hal, anda tidak bisa menyanyi... hmmm.. gimana rasanya? atau, anda yang hobby berolah raga, tiba-tiba harus berhenti melakukan rutinitas olahraga yang digemari tersebut. Atau yang lebih mudah lagi, anda yang udah jadi MP addict, yang sehari nggak buka MP rasanya keilangan, trus beneran nggak bisa lagi buka-buka MP, gimana rasanya?? Pasti dong ada rasa kehilangan, atau mungkin sedikit tersiksa...

Dan itulah yang saat ini saya rasakan.

Saya punya hobby malu-maluin sebenernya... tapi namanya mau curhat, mosok ditutup-tutupi, ya... ya udah... blarrr buka-bukaan deh... sekalian... hehehe

Hobby saya adalah.... Mencoba Resep Masakan Baru, kemudian... MEMAKANNYA!

Sebenarnya, hobby yang pertama, tidak termasuk kategori malu-maluin ya...

Hobby pertama ini sebetulnya sudah saya tekuni sejak SD dulu. Saya suka lihat-lihat buku resep punya mama lalu coba-coba buat sendiri ketika mama pergi kerja. hehehe... saya inget, waktu SD tuh saya pernah bikin kue soes, cendol, puding busa, asem-asem tahu, dll sendirian tanpa bantuan siapapun, lho... Hasilnya lumayan, jarang gagal, kok... biarpun mungkin nggak enak-enak amat... (anak SD gitu lhooo)

Cuman seiring berjalannya waktu, kesibukan dan tanggung jawab saya bertambah, maka hobby ini sempat saya tinggalkan... sampai kemudian muncul lagi di masa-masa kuliah, di mana seringkali beberapa teman kuliah saya jadikan kelinci percobaan buat mencicipi kue baru buatan saya (karena saya nggak berminat untuk mencicipi masakan saya sendiri... gak tau deh... rasanya kenyang aja setelah selesai memasak...). Banyak yang berhasil ada juga yang gagal bin malu-maluin (hiks! tragedi cake menjadi batu (seperti dongeng malin kundang aja, ya... menjadi batu!), nanti lah kapan-kapan saya posting kisahnya yang mengharukan eh.. memalukan).

Kemudian di awal-awal pernikahan, saya pun sekali lagi terpaksa menunda hobby tersebut, karena kesibukan mengurus bayi yang heboh dan sering tanpa bantuan asisten...

Tapi jangan dikira, setiap bulan koleksi buku resep masakan saya nambah terus... dalam hati sih saya bertekad, next time, pasti saya coba... hehehe

Barulah kira-kira tiga - empat tahun terakhir, saya mulai lagi kecipak kecibung di dapur, setelah saya punya asisten yang bisa cukup diandalkan buat njagain anak-anak... (tapi kalo lebaran, biar gak ada asisten, tetep lhoooo masak heboh... hahaha.... itu bukan sekedar hobby, soalnya, udah seperti kewajiban moral... hehehe)

Makin ke sini, anak-anak makin besar...

Mereka sudah sekolah semua... dan saya punya waktu cukup banyak buat terjun ke kancah perdapuran.

Apalagi dunia masak memasak semakin menantang dan mengasyikkan, dengan menjamurnya blog-blog resep yang memajang gambar-gambar makanan yang menggugah selera (dan meneteskan liur... ih jorok!), terus banyak juga milis-milis yang membahas berbagai jenis masakan yang sungguh asing di telinga saya, tapi menantang untuk dicoba.

Saya mulai deh petualangan baru... berburu resep di web, kemudian mencoba-nya di rumah.

Tapi lucunya sekarang, selesai memasak, saya jadi penasaran dong pengen nyicip rasanya.... wong namanya aja baru denger... masak nggak dicobain... akhirnya sekali dua kali... lama-lama jadi kebiasaan.

Bertambahlah hobby saya satu lagi MAKAN!

OMG!

Dari sini lah penderitaan itu bermula....

Body saya yang memang gampang melar ini.... akhirnya bertambah melar dari hari ke hari...

Sekarang, BMI (body Mass Index) saya sudah berada tipis di bawah batas gemuk Hiks! ( tapi belum obes, siy).

Cuman, kalo bercermin... duh... udah nggak sedap dipandang gitu lho...

Baju-baju udah mulai nggak nyaman dipakai...

Waaah....

Mana minggu depan, saya mau pulang kampung, adik saya mau merit, it's mean saya mesti berkebaya ria. Waduuuh... membayangkan body saya yang sudah menyerupai elipsoid putar ini, mana mungkin saya bisa keren dalam balutan kebaya... alamak!

Dengan berat hati akhirnya... beberapa waktu terakhir ini, saya menyatakan bye-bye kepada kedua hobby di atas...

Cukuplah kecipak kecibung di dapur buat bikin sayur asem dan ayam gorengnya bapaknya anak-anak... nggak usah coba-coba bikin cemilan yang aneh-aneh... yang berbutter-butter, yang bergula-gula, berlemak-lemak, yang sudaaap -suedaaap itu... yang bikin mata ngiler, liur ngeces kalo lihat fotonya di blog orang... yang bikin penasaran kalo baca discuss-nya temen-temen di milis...



Cukup. Hentikan sesaat.

Entah sampai kapan...

Setidaknya sampai saya bisa kembali ke kebiasaan saya dulu.

Hanya memasak. Tidak memakan...

Oh....

Semoga bisa....

Wednesday, June 21, 2006

RUMPUT TETANGGA MEMANG SELALU TERLIHAT LEBIH HIJAU

Seminggu yang lalu, saya membaca sebuah berita memilukan di internet. Seorang ibu membunuh ketiga anaknya yang masih berusia 6 tahun, 4 tahun, dan 9 bulan. Miris, dan sangat memilukan. Yang membuat saya semakin tersentuh, ibu itu berusia sama dengan saya... 31 tahun, dan anak-anaknya pun seusia dengan anak-anak saya. Satu lagi... sang ibu adalah lulusan ITB, yang juga almamater saya. Lengkap sudah keterkejutan saya.

Tapi tulisan ini, sama sekali bukan ingin mengupas masalah tersebut, saya tidak mau berkomentar mengenai kejadian itu. Karena saya tidak ingin menambah derita keluarga mereka dengan komentar saya. Saya yakin mereka telah begitu terpukul dan semakin sakit membaca berbagai analisis media yang dengan semena-mena membentuk opini pembaca tentang mereka. Lagipula, saya bukan seorang berlatar pendidikan psikologi atau psikiatri yang bisa membahas hal tersebut dari sisi ilmiah...
Saya justru ingin membahas pembicaraan saya dengan teman-teman di Milis ITB 92, yang dimulai dari kasus tersebut, sampai akhirnya... seorang teman bertanya:

Rekan,
Hanya bermaksud instropeksi saja, sebenernya gimana sih perasaan kalian jika jadi ibu rumah tangga ?
Apa betul merasa tersiksa ? apa merasa terhina jika tidak kerja di kantor, Padahal IP tinggi, punya skill yang bisa dijual etc ?
Salam
RK


Saya tergelitik membaca pertanyaan teman saya tersebut. Jelas dia seorang laki-laki, yang tentunya ingin tau, apa yang dirasakan seorang perempuan seperti saya. juga seperti sang pelaku, dan beberapa teman-teman anggota Milis kami. Kami lulusan ITB, kami ibu, dan kami tidak bekerja.
Dan ternyata jawaban beberapa teman perempuan saya di Milis itu, saling melengkapi. Begitu juga jawaban beberapa teman laki-laki yang secara langsung maupun tidak, menurut saya dapat memahami dilema yang dirasakan oleh kami, para ibu yang tidak bekerja, meskipun memiliki latar belakan pendidikan yang cukup... (lulusan ITB, geto loh... khekhekhe...)
dari pada mensarikan, saya kutip aja, ya...

.... "Kalo gue pribadi (dan mungkin sebagian besar cewek2 disini) yg udah kebiasaan mandiri dan biasa banyak aktifitas, mungkin, kalo disuruh untuk berhenti total kayaknya susah, serasa mati akal gitu lho. Jadi menurut gue sebenernya perlu kesepakatan bersama dan jangan sampe ada satu pihak yg ngerasa terpaksa. Dan yg paling susah lagi (berdsarkan pengalaman temen2 gue), bergantung total sama suami itu membuat perempuan ngerasa jadi tersubordinasi, nggak berdaya, kurang merdeka...gitu. Belum lagi mindset masyarakat kita yg kurang memperhitungkan peran ibu rumah tangga, terus juga pertanyaan orang2 sekitar seperti "kok elu sarjana itb nggak kerja sih?"...yg kayak gitu2 itu yg bikin capek hati dan pikiran. "... dst (from yaya)

• ..."Hal yang mendasar kenapa orang kerja sebetulnya kan ingin mendapat pengakuan dari orang lain. Pengakuan itulah yang gak pernah didapat ibu rumahtangga. Malah cap pengangguran yang diberikan masyarakat kepada kami, padahal seperti yang pernah diposting sama siapa ya dulu tentang gaji stay home mom, gak bakalan ada orang yang MAU menggaji kami sebesar itu. Itu salah satunya yang bikin ibu2 gak nyaman ato istilahmu "tersiksa" di rumah terus. Mereka kurang dihargai keberadaannya di masyarakat. Terhina sih enggak, tapi cap pengangguran yang tidak berguna yang rasanya terus nempel di jidat."... dst (from susi)

Pengakuan. Atau istilah lainnya, ekststensi diri.

Kayaknya itu, kuncinya.

Perasaan terhina itu timbul dari tak didapatnya pengakuan akan apa yang sebenarnya kita mampu lakukan. Semua orang punya keinginan untuk dihormati, dihargai. Seringkali, cap sebagai pengangguran yang tak berdaya tersebut membuat kami merasa tidak dihormati, tidak dihargai... tidak berdaya... dan jujur saja, ini teramat sangat tidak nyaman.
Apalagi, pengalaman pribadi saya, mertua dan kakak ipar saya pun memberikan penilaian yang sama.... meski dengan kalimat halus (tapi nyelekit... :P)

" Kamu enak, tidak usah kerja, suami kamu sudah bisa nyukupin semuanya... kamu tinggal ngurus anak saja.... enak sekali... tidak seperti kami... "
(info: mertua (dulunya) dan kakak ipar tersebut, adalah wanita bekerja, seperti juga ibunda saya tercinta yang hingga hari ini di usianya yang menjelang 59 tahun masih aktif bekerja sebagai seorang dosen... mmm... I luv you, mum.... and i miss you... you're the best woman in the world...!!!)

Kedengarannya kalimat yang biasa aja, yaa... tapi bagi saya, itu tajem... nusuk lagi...
Kalau tidak ingat sopan-santun... ingin rasanya saya jawab dengan nada tinggi (ekspresi tersinggung saya saat itu...)

"Enak???...Saya bukan enak, hidup begini... saya justru tersiksaa... saya punya ilmu, saya punya kemampuan, saya punya energi dan itu tidak tersalurkan, karena saya memilih untuk mendampingi anak (adik) anda!!!
Dulu saya juga bekerja... saya juga punya gaji... saya juga dihormati... saya juga sibuk... dan yang pasti, saya juga bisaaa... tapi kesempatan itu tidak lagi saya miliki...!!! Karena demi keluarga saya, suami saya, anak-anak saya... saya tinggalkan semuanya."



Hhhhpppffff... *gaya yoga.... menghembuskan nafas....* :P untuuung.... saya masih diberi Allah kesabaran untuk tidak mengeluarkan kata-kata di atas pada mereka.... hehehe kalau tidak.... Hmmmm.... pastilah terjadi huru-hara yang ujung-ujungnya saya juga yang ketiban rugi.... (nasib ya nasiiib....)

Yah... memang begitulah... mungkin mindset kita yang jujur saja, cenderung MATERIALISTIS, menganggap uang adalah segalanya, maka bisa bekerja dan menghasilkan uang adalah suatu kehebatan, dan yang tidak menghasilkan uang adalah tak berguna... cuma enak-enakan... santai... nggak ada problem... cuma berperan sebagai penghabis uang...

Gilaaa..... justru, gejolak batin, dan energi yang tersia-sia itu, bo... itu lebih menyiksa... Jujur saja, untuk kehidupan saya saat ini, mungkin finansial bukan lagi suatu masalah besar, tapi tetap saja, pengakuan kalau saya juga punya 'sesuatu', kalau saya juga berguna buat orang lain, kalau saya bukan cuma sekedar perempuan yang mendompleng nama suami di kantor dan dipanggil dengan nama anak di sekolah anak.... (sedih, lhoo.... ortu saya kasih nama yang bagus... VIVIANI atau Ivy, tapi di lingkungan kantor suami nama saya jadi Mrs Baehaki, dan di sekolah anak nama saya jadi Shafa's mom atau Qika's mom....).

Jangankan pengakuan.... nama sayapun, sampai hilang.... ;)

Tidak akan jadi masalah, kalau saya bekerja dan tetap punya lingkungan sendiri, di mana nama Viviani Suhar tetap ada, dengan segala kekurangan maupun kelebihan yang melekat padanya, lantas di lingkungan suami saya dipanggil Mrs Baehaki dan di sekolah saya dipanggil Shafa's Mom.... yang penting nama saya tidak tenggelam begitu saja.... Eksistensi, bo.... itu yang hilang dari diri kami....

Tapi.... setelah itu.... masuk lah mail dari teman lama saya...

"Sebenernya, jujuuuurrr, aku tuh pengen banget bisa jadi ibu rumah tangga, louw..Ada yang nanya jadi ibu RT apa tersiksa ato terhina? Mungkin tergantung dari sudut pandang mana kaleee, yaaa...buatku sendiri yang udah ngerasain kerja kantoran dari pagi ke sore..besok dari pagi ke sore lagi (itu kalo lagi beruntung).....kadang-kadang musti ada yang dikerjain ampe late at night atao bahkan sabtu minggu musti direlain untuk ngerjain urusan kantor, ngeliat ibu RT tuh sangat enak dan nyaman......jangan diliat dari capeknya, ya, karena sama aja, tuh...mau jadi ibu RT atao kerja kantoran....tapi diliatnya dari kualitas waktu dengan anak-anak yang kita tinggal di rumah... Kalo balik liat berita tentang bu anik ini, gw aja yang ngantor masih suka stress, ko....kerjaan numpuk, bos bete, dll, terutama kalo mikirin tentang anak-anak di rumah.....jadi stress bukan cuman punya ibu RT.....buat gw sendiri, yang bisa mereduksi stress, gelisah atau perasaan2 negatif untuk posisi kita sebagai ibu, istri dan sekaligus ibu rumah tangga itu, ya, dukungan lingkungan....yang notabene emang harus di-create juga oleh diri kita sendiri...." (from : Wiwid)

Hmmm.... Saya jadi tertegun...

Wah.... ternyata saya belum bijaksana, ya.... saya masih melihat suatu persoalan dari satu sisi saya saja.
Padahal, kalau dilihat dari sudut pandang lain.... kenyataannya bisa berbeda...

Saya jadi ingat.... duluuu.... ketika saya sudah 4 tahun menjadi bu rumah tangga, dengan kesibukan mengurus Shafa kecil yang rasanya tak ada jeda ditambah mabok-mabok karena hamil Qika... Saya bertemu dengan 2 orang teman lama saya... yang satu masih lajang, dan tengah menyelesaikan S3nya, yang satu lagi sudah menikah, meski belum dikaruniai anak, baru dipromosi jadi manager di kantornya, sebuah perusahaan asing bergengsi... percakapan kami kira-kira begini..

Saya : "Aduh Ki (sebut saja, nama teman saya ini Kiki, nama samaran...) seneng banget yaa.... bisa sekolah sampai S3... wah.... kapan yaa.... gue bisa seperti itu..." *dengan mata berbinar kagum, tulus.*

Kiki :"Ivy, jangan ngomong begitu.... kalau aja saya punya suami seperti kamu, saya pasti memilih jadi ibu rumah tangga, capek hati lagi, Vy, umur segini masih melajang.... capek denger komentar orang-orang.... 'kapan merit? terlalu sibuk belajar, sih ya.... awas lhooo.... inget umur...' Aduuuh... kalo yang namanya jodoh itu gampang dapetinnya, atau bisa dibuat pake rumus-rumus yang selama ini gue kerjain.... udah dari dulu-dulu, kali.... gue kawin.... tapi ternyata nggak semudah itu, Vy.... kamu tuh beruntung, lagiii..."


Saya terdiam dan mencoba menerima kata-katanya.... lalu ketika saya bertemu dengan yang satu lagi (sebut saja namanya Sisi, nama samaran juga...)

Saya : "Sisi.... selamat, ya.... jadi manager.... aduh.... seneng sekali.... wah.... gue mah nggak mungkin ya.... bisa seperti elo..." *tetap dengan tatapan kagum, tulus.*

Sisi : "Ivy, saya justru ingin seperti kamu, udah punya Shafa yang pintar dan lucu, sebentar lagi dapat lagi adiknya... sementara saya? sampai saat ini saya belum dipercaya Allah tuh, buat menimang anak... padahal saya ingin sekali... apalah artinya karier, Vy.... kalau sebagai perempuan kita belum bisa melahirkan.... rasanya hidup ini nggak lengkap..."

Saya tertegun lagi.... atau lagi-lagi tertegun...

3 orang teman saya, wanita dengan kesempatan luas beraktivitas di luar rumah... ternyata juga merasa ada yang kurang dalam hidupnya...

Well.... akhirnya.... sore ini saya dapatkan jawabannya....

RUMPUT TETANGGA MEMANG SELALU TERLIHAT LEBIH HIJAU.

Yang nggak kerja, ingin kerja...
Yang kerja ingin nggak kerja...
Punya anak, sibuk ngurusinnya...
Nggak punya anak... pengen.... punya...
Kalau hidup kita selalu mengambil standar dari apa yang orang omongin, bisa gila juga...
Kita sibuk jadi wanita karir... ada saja yang mengomentari...
Tidak berkarir dan memilih or 'terpaksa' tinggal di rumah... eh.... dibilang 'enak ye... jadi pengangguran... (padahal... emang enak???!)'

Ya... memang tidak ada yang sempurna dalam hidup ini...
Sepanjang pengetahuan saya, kita susah untuk meraih semua (baca:seluruh hal) yang kita inginkan. Karena kesempatan dan keberuntungan belum tentu datang dalam waktu yang bersamaan...
Ya.... hikmah dari semuanya... saya mesti bersyukur atas apa yang sudah saya dapatkan..
Nggak ngoyo... geto loh....
Meski tetap dwooong.... berusaha memperbaiki segala yang dirasa kurang or tidak nyaman.... :)